Kamis, 17 September 2009

LIFE IS BEAUTIFUL MY FRIENDS 9 ( Edisi panca Indera )

Makan, Mengukir kata, Menyanyi, Mencium,Marah,Merayu.
To all my friends: Ketika saya merenung, terbersit bahwa semua kata-kata di atas, dapat kita lakukan dengan hanya salah satu panca indera ; yaitu mulut. So hati-hatilah mempergunakan indera yang satu ini. Bisa berakibat positif, tapi rawan juga akan hal-hal yang negative. Btw, kita bahas mengenai makan aja dulu yach, mumpung bulan puasa, ini suatu hal yang penting.

Apa sih esensi makan bagi anda?
Seorang teman saya menyatakan , bahwa “taste” ( rasa asli ) makanan sesungguhnyalah yang kita citrakan ke lidah kita saat makan. Dia menambahkan pula, bahwa kejujuran rasa makanan terhadap lidah adalah esensi makan yang paling hakiki. “Jangan bohongi lidah anda!” ujarnya pada saya. Saya agak bingung juga, dalam perbincangan ini. Lidah kok pake dibohongin segala, pikir saya dalam hati. Tapi beberapa saat kemudian, saya boleh mengerti, arti dari pada jujur dan tidak bohong pada lidah sendiri. Kalau makan daging, citrakanlah rasa daging pada lidah, artinya lidah dapat menangkap rasa daging saat kita makan daging. Bukan rasa Strawberry. Begitu juga saat makan daging ikan, sampaikanlah rasa daging ikan, alias dagingnya harus segar, dan benar-benar memiliki rasa ikan. Bukan rasa cabe, bukan rasa asin dan lain-lain. Ternyata memberi bumbu pada makanan, sama saja kita membohongi lidah kita sendiri.
Pada akhir perbincangan, teman saya mengatakan, “Coba aja , kayu juga kalau diberi tepung dan bumbu yang memadai bisa enak juga, bila demikian apakah kamu disebut makan Kayu? He he he…” selorohnya lirih.

Makan adalah kegiatan yang terlalu sering kita lakukan. Karena begitu seringnya, kita tidak ambil pusing lagi dengan perkara yang satu ini. Maksudnya jarang kita pikirkan tentang makanan yang kita makan, maupun tetek bengek yang berkaitan dengan makan itu sendiri.
Begitu juga sesaat sebelum makan, kita jarang mengingat Pak Tani yang bersimbah peluh di panas terik saat menanam, menyiangi, dan menuai padi, sehingga menjadi beras, yang kemudian ditanak isteri kita. Itulah proses panjang perjalanan sebutir nasi hingga dapat tersaji di depan kita saat hendak makan. Tak pantaskah kita berterimakasih pada Pak Tani? Sungguh mulia pekerjaan sebagai petani,salah satu professi yang banyak ditinggalkan orang, karena berlomba-lomba ke kota.
Di kota orang bekerja di industri atau pabrik pembuat berbagai keperluan masyarakat, termasuk keperluan para petani yang memiliki pangsa hingga 80 % dari total penduduk Indonesia. Hebatnya, walaupun mereka bekerja di kota pada umumnya, namun mereka digaji dengan standar kebutuhan fisik minimum. Salah satu penentu upah minimum Regional ( UMR ), adalah harga beras. Agar hasil industry dapat bersaing, otomatis gaji para buruh juga harus bersaing alias dibuat semurah mungkin. Agar gaji buruh dapat serendah mungkin, maka harga gabah sebagai salah satu faktor penentu UMR, juga ditekan seminim mungkin. Alhasih gaji buruh menjadi sangat rendah. Oleh karena gaji rendah, maka daya beli juga serta-merta jadi rendah. Kalau daya beli rakyat pada umumnya rendah, ironisnya siapayang akan membeli hasil industri itu? Betapa indahnya apabila mayoritas pembeli mobil buatan pabrik otomotif adalah petani. Faktanya, konsumen otomotif masih didominasi orang kota.
Kembali lagi ke meja makan, kita juga jarang mempertanyakan beras yang ditanak oleh istri kita , berasal dari pulau atau kota mana. Bisa jadi dari Pulau sumatera, pulau Sulawesi, atau bahkan Pulau Kalimantan. Sekarang ada di depan kita, betapa jauhnya perjalanan sebutir nasi hingga dapat tersaji di meja makan kita. Bila mengkaji tiga hal saja, yaitu siapa gerangan yang menanam, gabah penentu UMR, dan dari mana asalnya, hendaknya cukup mengingatkan kita agar tidak ada lagi sisa-sisa makanan di piring atau remah yang berjatuhan sia-sia saat kita menyudahi acara makan kita.
Begitu pula halnya dengan berdo’a dan bersyukur. Bisa saja sesaat makanan telah tersaji di meja makan, langsung kita makan tanpa mengekpresikan rasa syukur kita kepada Sang Khalik yang memberikan makanan tersebut melalui Doa.Beberapa hal yang saya sebut adalah refleksi pada diri sendiri berdasarkan hal-hal sederhana, yang dapat dipetik hikmahnya. Kalau philosopi makan dapat kita tingkatkan dalam pikiran kita, niscaya hidup ini akan lebih indah.
Satu lagi hal teramat penting untuk kita lewatkan, bahwa salah satu indikasi tentang derajat manusia dapat diketahui dari budaya makanya. Simak terus.
Mengapa Harus Makan?
Hidup bukanlah untuk makan saja, namun untuk hidup salah satu yang kita butuhkan adalah makan. Kita tidak bisa hidup kalau tidak makan. Makanan adalah sumber nutrisi dan asupan energy bagi tubuh kita untuk bertahan hidup dan untuk tumbuh. Demikian juga untuk melangsungkan maintenance dalam tubuh kita, dapat berjalan dengan adanya Zat pengganti yang berasal dari makanan.
Ada satu misteri yang ramai dipergunjingkan, yaitu rahasia kepintaran orang Yahudi. Apa rahasianya? Chappy Hakim, dalam bukunya menuliskan bahwa rahasia kepintaran orang Yahudi adalah karena budaya makan mereka. Salah satunya adalah, tidak memakan kepala ikan. Diyakini dalam kepala ikan ada Zat yang berbahaya bagi otak manusia, sehingga sangat mereka hindari. Ada lagi, mereka tidak mau banyak-banyak makan nasi, karena nasi membuat usus dua belas jari bekerja ekstra keras untuk mengolahnya. Jadi secukupnya saja. Disamping itu, nasi dimakan belakangan setelah makan buah-buahan dan sayur-sayuran. Makanya tidak heran anak-anak orang Yahudi sudah dijejali dengan buah dan sayuran, kendati hari masih pagi. Diyakini pula bahwa buah dan satur akan lebih mudah diolah dan dicerna oleh mesin pencerna di dalam perut kita. Kenyataan kita lihat memang kepintaran orang Yahudi jauh di atas rata-rata.
Lain lagi dengan budaya makan bangsa ini, bertentangan 180 derajat dengan cerita di atas.
Saya masih ingat, kalau orang tua melarang makan pisang di pagi hari, demikian juga selalu memberi porsi nasi yang lebih banyak di piring. Yang pasti lebih banyak nasi dari pada lauk-pauknya. Penelitian mengatakan akibat dari kekurangn mengonsumsi buah dan sayur yang nota bene sangat melimpah ruah di negri kita, 90 % rakyat kita bermasalah dengan pencernaan. Masalah ini akan lambat laun menimbulkan penyalit kronis seperti wasir, ambeien dan sembelit.

Apa etika makan itu penting?

Kita sering melihat cara seseorang melahap makananya, mulai dari cara menyuapkan makanan ke dalam mulut, hingga etika lain yang berhubungan dengan ritual makan itu sendiri. Dengan tanpa memperhatikan tatakrama makan, tanganya pun penuh dengan makanan dan serta-merta memasukkan ke mulut dengan melebihi kapasitas mulutnya sendiri. Sudah begitu, ditambah lagi dengan musik ( baca: berisik ) yang keluar dari mulutnya. Ada pula yang berbicara berbicara sambil mengunyah makanan. Sebenarnya tidak ada larangn berbicara saat makan. Namu perlu hati-hati, seyogiyanya dilakukan satu per satu. Janganlah berbicara saat mulut penuh dengan makanan. Salah-salah, nasi bisa meluncur ke makanan yang tersaji di meja makan. Kalau sudah begini bisa berabe.
Ada fakta seorang anak yang makan dengan kedua tanganya, dengan rakusnya dia menyuapi makanan ke mulutnya secara bergantian.Didahului oleh tangan kiri, lalu diikuti dengan tangan kanan. Entahlah mengapa ini dapat terjadi, tak ubahnya seperti hewan. Padahal nngak ada lo, hewan yang makan dengan cara ini he…he….

Kapan makan yang paling berkesan?
Layaknya Lunch atau pun Dinner antara kita dan sahabat, maupun Klient dengan pelanggan yang kerap dilakukan sambil ngobrol. Ini sah sah saja, karena sudah menjadi gaya hidup, terutama di kalangan pebisnis di perkotaan. Mereka berbicara, bercanda, bahkan tertawa di sela-sela acara makan siang maupun malam. Dengan cara seperti ini akan tercipta suasana dengan kontemplasi yang maksimaal antara kita dan rekan makan kita. Sehingga aktivitas makan bersama menjadi ritual yang sering ditunggu-tunggu oleh siapa pun. Makan bersama kerabat dapat menciptakan pengalaman yang berkesan mendalam, dan sulit dilupakan begitu saja. Mungkin kenanganya akan lebih berkesan ketimbang diberi hadiah atau cindera mata. Itulah satu sisi kelebihan dan keunikan makan.
Masih banyak lagi sorotan terhadap rupa-rupa perilaku yang menyangkut makan. Mari kita amati satu per satu, ternyata banyak hal yang menarik.
Begitu bangun pagi, kita mandi dan berbersih diri, lalu kita pun siap melakukan kegiatan yang kita sebut makan. Pergi ke kantor, melakukan kegiatan kantor dari a sampai z , begitu matahari bertengger di atas kepala , lagi-lagi makan. Kita melanjutkan pekerjaan, tak terasa sudah sore, lalul kita pulang ke rumah. Ada diantara kita yang melakukan perjalanan dengan Bis umum, tak disangka-sangka sudah ada penjaja makanan menggoda kita agar membeli dan mengkonsumsi makanan yang di asongnya. Lalu kita pun makan. Bagi teman-teman yang pulang dengan mengendarai kendaraan pribadi, sebelum melanjutkan perjalanan, acap kali mampir dulu. Mengapa? Karena digoda oleh sentra penjual makanan yang begitu menjamur di pinggir jalan. Makan.

Makanan yang baik atau yang enak?
Pertama , dari jenis makanan apa yang paling sering kita konsumsi.Ketika kita menikmati sebuah makanan yang memiliki rasa ‘enak’, maka kita akan terbuai oleh rasa tersebut ke dalam cita rasa yang sulit diungkapkan dengan kata-kata, hanya dapat dirasakan. Dalam kondisi terpengaruh oleh hipnotis rasa enak ini, serta merta wajah kita pun memancarkan sebuah aura yang dapat dibaca oleh orang lain. Wajah kita akan berseri-seri ‘sumringah’. Apabila wajah kita dapat men’display’ abjad, maka sesungguhnya tertulis di sana ‘Ueenaak’, atau ‘Nikmat’.
Sebaliknya apabila kita sedang makan sejenis penganan yang menurut kita tidak enak, maka serta-merta pula ekspresi wajah kita menggambarkan ketidak enakan itu. Apa yang dapat kita pelajari dari dua fenomena ini? Bahwa wajah kita secara spontan dan sistematis akan menggambarkan apa yang kita rasakan.
Pernahkah anda memikirkan bahwa indera yang kita gunakan untuk makan dan berbicara adalah sama? Ya, saya pun sadar akan hal ini baru-baru ini. Kita memasukkan semua makanan yang enak, sedang , maupun sangat enak melalui mulut kita. Demikian juga untuk berbicara, baik itu kata-kata yang baik, bermanfaat dan memotivasi orang lain, maupun kata-kata yang dapat menyakiti orang lain. Bahkan untuk bernyanyi pun kita mempergunakan indera yang sama, yakni mulut.
Tapi sadarkah kita, apakah makanan enak yang kita makan akan membawa manfaat bagi tubuh kita? Apakah manfaatnya sebanding dengan rasanya?. Tergantung konten nilai gizi makanan tersebut.
Sebaliknya, apabila kita menikmati makanan yang kata ahli Gizi dan Nutrisi sangat berkelimpahan manfaat untuk tubuh kita, begitu kita cicipi rasanya boleh jadi mengecewakan. Tidak sesuai dengan selera lidah kita, sangat sulit untuk menelanya. Ambil contoh misalnya sesuatu yang pahit yang diyakini banyak memberikan manfaat meningkatkan daya tahan tubuh, pastilah kita enggan untuk mengkonsumsinya. Apalagi disebut untuk ‘menikmatinya’ . Mendengan kata ‘pahit’ saja sudah tentu membuat ‘motorik’ tubuh akan memberi reaksi tidak suka ataupun penolakan.
Keindahan apa yang dapat kita petik dari ‘makan’ adalah : Tidak semua yang nikmat ataupun enak, memberi manfaat bagi hidup kita, sebaliknya sesuatu yang tidak enak atau nyaman , bias saja membawa berkah dan sukses pada kehudupan kita.
Masih rekat melekat nasihat Sang Bunda tercinta dalam hal ‘makan’ , katanya seperti ini :
“Nak, kalau lagi mengunyah sesuatu yang Manis, janganlah serta-merta ditelan, demikin juga saat mengenyam yang pahit, janganlah kamu langsung muntahkan”.
My Friends, Keindahan kali ini akan benar-benar menjadi indah apabila kita sensitive terhadap rasa dan makna. Janganlah kita tertipu oleh rasa yang menjerumuskan, atau menipu, bahkan membius kita, sehingga kita memperoleh manfaat yang tidak baik, tetapi berusahalah kita menilai sesuatu berdasarkan makna, baik yang tersirat maupun tersurat bahkan tersamar dari sebuah fenomena, agar kita selamat dan dapat berguna dalam hidup kita.
Makanan dikatakan kaya Nutrisi apabila bermanfaat bagi kesehatan, demikian juga dengan kita dikatakan SUKSES apabila berguna dalam konteks kehidupan kita masing-masing. Selamat menjadi orang yang ‘berguna’ dan ‘bermanfaat’.


Salam KAIZEN.

Doharman Sitopu
LIBMYF & KOL Developer’s

Tidak ada komentar:

Posting Komentar